Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan

Apa itu Zakat? Syarat Wajib Zakat, Jenis dan Manfaatnya

By // Tidak ada komentar:
Apa itu Zakat, Syarat wajib Zakat dan jenisnya

Zakat adalah aktivitas memberikan harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk diserahkan kepada orang – orang yang berhak. Zakat memiliki aturan yang jelas mengenai harta apa yang harus dizakatkan, batasan harta yang terkena zakat, cara perhitungan zakat dan siapa saja yang boleh menerima harta zakat.

Zakat merupakan salah satu rukun islam. Kedudukannya dalam islam sama seperti shalat dan puasa di bulan ramadhan, tidak boleh di tinggalkan. Zakat merupakan kewajiban seorang muslim yang harus ditunaikan dan bukan merupakan hak, sehingga muslim tidak dapat memilih untuk membayar atau tidak.

Syarat Wajib zakat

Syarat Wajib zakat adalah :

1. Islam (Muslim)

Wajib bagi mereka yang beragama Islam baik anak – anak ataupun dewasa, laki – laki atau perempuan, berakal sehat atau tidak.

2. Merdeka

Berarti bukan budak dan memiliki kebebasan untuk melaksanakan seluruh syariat Islam.

3. Memiliki satu nisab

Memiliki satu nisab dari salah satu jenis harta yang wajib dikenakan zakat dan cukup haul.
Zakat adalah kewajiban bagi semua pihak yang memiliki kriteria di atas. Ketika membayar zakat harus diniatkan untuk menjalankan perintah Allah swt dan mengharapkan ridha-Nya. 

Syarat harta kekayaan yang wajib dizakatkan (objek zakat) adalah :

1. Halal

Harta tersebut harus diperoleh dengan cara yang baik dan halal sesuai tuntutan syariah. Allah tidak akan menerima zakat dari harta yang haram.

2. Kepemilikan Penuh

Kepemilikan penuh artinya kepemilikan berupa hak penyimpanan, pemakaian, pengolahan yang diberikan Allah swt kepada manusia dan didalamnya tidak ada hak orang lain. Sehingga harta yang diwakafkan untuk kepentingan umum misalnya tidak wajib dizakatkan.

3. Harta yang Berkembang

Yang di maksud dengan berkembang adalah harta tersebut bertambah baik secara nyata maupun berkembang secara tidak nyata. Berkembang secara nyata berarti bertambahnya harta akibat keuntungan atau pendapatan dari pendayagunaan aset. Misalnya melalui perdagangan, investasi, dll. Sedangkan bertambah secara tidak nyata adalah kekayaan itu berpotensi berkembang baik berada di tangan pemiliknya maupun di tangan orang lain atas namanya. 
Maksud syarat ini adalah agar setiap muslim memproduktifkan harta yang dimilikinya.

4. Cukup Nisab (batas harta yang wajib dizakatkan)

Nisab adalah batas jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat. Harta yang tidak mencapai nishab tidak wajib untuk dizakati.

5. Cukup Haul (Berlalu satu tahun – bagi sebagian harta)

Haul adalah jangka waktu kepemilikan harta di tangan si pemilik sudah melewati dua belas (12) bulan qomariyah. Persyaratan setahun ini berlaku untuk objek zakat berupa ternak, uang dan harta benda dagang. Untuk objek zakat berupa hasil pertanian, buah – buahan, madu, logam mulia, harta karun, dll yang sejenis akan dikenakan zakat setiap kali dihasilkan, tidak dipersyaratkan satu tahun.

6. Bebas dari Utang

Dalam menghitung cukup hisab, harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus bersih dari utang, karena ia dituntut atau memiliki kewajiban untuk melunasi utangnya tersebut.

7. Lebih dari Kebutuhan Pokok

Kebutuhan pokok akan berbeda untuk setiap orang karena tergantung situasi, keadan dan jumlah tanggungan. Mengenai syarat ini, sebagian ulama berpendapat bahwa amat sulit menentukan besarnya kebutuhan pokok seseorang sehingga mereka berpendapat bahwa syarat nisab sudahlah cukup.

Jenis Zakat

Ada dua (2) jenis zakat, yaitu Zakat Fitrah dan Zakat Harta (Maal), berikut ini penjelasannya :

1. Zakat Jiwa atau Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan setiap muslimat atas nikmat jiwa dan kehidupan. Ia disebut juga zakat jiwa. Zakat fitrah wajib ditunaikan oleh setiap muslim ketika selesai menunaikan ibadah puasa ramadhan (Setelah matahari terbenam pada akhir bulan ramadhan ) dan memasuki hari raya idul fitri.

Lebih utama jika dibayarkan sebelum shalat idul fitri. Karena jika dibayarkan setelah shalat eid, maka sifatnya seperti sedekah biasa bukan zakat fitrah.

Seorang muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang – orang yang menjadi tanggung jawabnya seperti istri, anak dan pembantunya yang muslim. Akan tetapi boleh bagi seorang istri atau anak atau pembantu membayar zakat sendiri.

Zakat fitrah tidak mengenal hisab, dan dibayar sebesar satu (1) sha’ makanan pokok yang biasa di konsumsi sehari – hari oleh masyarakat setempat. Satu Sha’ adalah 4 mud dan ukuran 1 mud’ adalah genggaman 2 tangan orang dewasa (atau kira – kira 2,176 kg - dibulatkan menjadi 2,5 kg) atau 3,5 liter bahan makanan pokok seperti beras, gandum dan kurma. Jika ingin dibayar dengan uang (menurut abu hanifah) maka diperbolehkan walaupun sebaiknya yang dibayarkan adalah makanan.

Dasar pelaksanaannya :

Rasulullah saw bersabda : “Telah diwajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari omongan yang tidak ada manfaatnya dan omongan kotor serta untuk memberi makanan pada orang – orang miskin.” (HR. Ibnu Abbas).


2. Zakat Harta (Maal)

Zakat Zakat harta adalah zakat yang ditunaikan seorang muslim atas nikmat harta berlimpah yang telah diberikan Allah swt kepadanya. Zakat yang dikeluarkan terdiri dari jenis harta tertentu sesuai ketentuan Al-Qur’an dan al-Hadist.

Zakat harta boleh dibayarkan pada waktu yang tidak tertentu, mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja (Profesi) yang masing – masing memiliki perhitungan sendiri – sendiri.

Dalil diwajibkannya zakat harta :

“... Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhny doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.” (At – Taubah [9] : 103).


Bagaimana jika seseorang meninggalkan kewajiban zakat ?
  1. Jika meninggalkan kewajiban zakat setelah ia mengetahui kewajibannya tetapi tetap mengingkarinya, maka ia di anggap telah keluar dari Islam.
  2. Jika meninggalkan kewajiban zakat karena kikir , maka dia telah melakukan dosa besar dan Allah mengancamnya dengan siksa yang berat pada hari kiamat.
Manfaat (Hikmah) Zakat


Berikut ini adalah Manfaat (Hikmah) Zakat :
  1. Mensucikan jiwa dan membersihkannya dari sifat kikir dan dosa 
  2. Membersihkan harta
  3. Menumbuhkan dan mendatangkan keberkahan harta.
  4. Menjadi sebab turunnya rahmat Allah swt.
  5. Menjadi ujian ketaatan seseorang kepada perintah Allah swt, serta mendahulukan kecintaan kepada Allah swt daripada cintanya pada harta.
  6. Menumbuhkan empati seseorang kepada orang – orang miskin yang membutuhkan. Zakat merupakan bentuk solidaritas sosial bagi masyarakat muslim.
  7. Membiasakan berinfak di jalan Allah swt
  8. Mendorong harta menganggur (idle asset) agar menjadi faktor produktif
  9. Bervisi mengubah mustahik (penerima zakat) menjadi muzakki (pembayar zakat).
  10. Dikelola secara profesional ke arah pemberdayaan
  11. Memprioritaskan mustahik ke arah keshalihan.
Sumber Referensi :

Ahmad Hatta, Abas Mansur Tamam dan Ahmad Syahirul Alim. 2014. Bimbingan Islam untuk Hidup Muslim: Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya dari Lahir sampai Mati Berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Jakarta: Maghfirah Pustaka

Sri Nurhayati dan Wasilah, 2017. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Delapan (8) Golongan (Ashnaf) Yang Berhak Menerima Zakat

By // Tidak ada komentar:
Kelompok penerima Zakat dengan jelas telah di atur dalam Al – Qur’an. Berdasarkan surat At – Taubah ayat 60, terdapat 8 golongan (ashnaf) yang berhak menerima zakat (mustahik) yaitu Fakir, miskin, amilin, muallaf, Orang yang Dililit Hutang (Gharimin), Orang yang belum merdeka - (Fir – Riqab), Orang yang berjuang di jalan Allah (Fi Sabilillah) dan Orang yang melakukan perjalanan (Ibnu Sabil).

8 Golongan Penerima Zakat

Penjelasan 8 golongan (ashnaf) yang berhak menerima zakat tersebut adalah sebagai berikut :

1. Fakir 

Fakir adalah orang yang tidak berharta dan tidak mempunyai pekerjaan atau penghasilan layak guna mencukupi hidupnya (sandang, pangan, papan dan kebutuhan pokok lainnya) baik untuk diri sendiri maupun bagi mereka yang menjadi tanggungannya dan tidak ada yang menanggungnya (menjamin). Misal orang yang memerlukan sepuluh dirham per hari, tapi yang ada hanya memiliki empat, tiga atau dua dirham.

2. Miskin

Miskin adalah orang – orang yang tidak memcukupi kebutuhan dirinya sendiri dan tanggungannya meskipun ia mempunyai harta atau memiliki penghasilan. Penghasilan atau hasil usahanya itu belum mencukupi kebutuhannya dan tidak ada orang yang menanggungnya (menjamin). Seperti : yang dibutuhkan 10 dirham tetap yang ada hanya memiliki tujuh atau delapan dirham.

3. Pihak yang Mengurus Zakat (Amil Zakat – Amilin)

Amil Zakat adalah sekelompok orang yang diangkat atau disahkan pemerintah atau lembaga zakat yang sah untuk melaksanakan pekerjaan sosialisasi, pemungutan zakat dari para muzaki dan memeliharanya sampai proses pendistribusian kepada orang – orang yang berhak menerimanya (mustahik) dan bekerja penuh (tafarrugh). Yaitu mendata orang – orang yang wajib zakat dan macam zakat yang diwajibkan padanya. Juga besar harta yang wajib dizakati, kemudian mengetahui para mustahik (penerima zakat), berapa jumlah mereka, berapa kebutuhan mereka, dll. Contoh pekerjaan amil zakat adalah tertib administrasi zakat baik pelaporan sumber zakat, operasional dan penggunaan zakat.

Syarat amil zakat adalah seorang muslim, jujur, memahamai hukum zakat, memiliki kemampuan melaksanakan tugas, orang yang merdeka (bukan budak).

Amil zakat tidak diperkenankan mengungkapkan informasi muzakki (pembayar zakat) yang rahasia tanpa persetujuan dari muzakki yang bersangkutan. Amil zakat juga tidak diperkenankan mengungkapkan informasi mustahik (penerima zakat) yang bersangkutan kecuali dalam rangka pemberian bantuan atau pemberdayaan mustahik tersebut.

Zumhur ulama berpendapat, bahwa amilin berhak atas dana zakat. Amil tetap diberi zakat meskipun ia kaya, karena yang diberikan kepadanya adalah imbalan atas prestasi kerjanya, bukan berupa pertolongan bagi yang membutuhkan.

4. Muallaf

Muallaf adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap islam, atau terhalang niat jahat mereka atas kaum muslim, atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum muslim dari musuh.

Golongan mualaf ini dapat merupakan seorang atau sekelompok muslim maupun yang non muslim. 

5. Orang yang Belum Merdeka - (Fir – Riqab)

Maksudnya adalah menolong hamba sahaya atau budak yang telah ada kesepakatan dengan tuannya untuk dimerdekakan jika dia sanggup menghasilkan harta dengan nilai tertentu (mukatabah). Budak yang tidak memiliki harta dan ingin memerdekakan dirinya tersebut berhak mendapatkan zakat sebagai uang tebusan. Dengan cara membeli budak itu kemudian membebaskannya.

Contoh riqab pada masa kini adalah seseorang tawanan muslim yang ditahan tentara musuh, seorang yang di penjara karena di fitnah, tenaga kerja yang diperlakukan tidak manusiawi, seorang pembantu yang di sekap dan di siksa majikannya ataupun membebaskan sebuah bangsa muslim dari penjajahan bangsa non muslim.

6. Orang yang Dililit Hutang (Gharimin)

Gharimin adalah orang – orang yang terlilit utang sehingga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Maka zakat diberikan kepada mereka untuk menutupi kewajiban utang mereka. Syarat gharimin adalah berutang karena mempunyai kebutuhan yang sangat mendesak dan tidak memiliki harta yang dapat melunasinya, utang dalam kebaikan bukan dalam maksiat dan utang telah jatuh tempo.

7. Orang yang Berjuang di Jalan Allah SWT (Fi Sabilillah)

Yang dimaksud fisabilillah adalah orang – orang yang berjihad, baik jihad dalam arti umum  yaitu berjuang di jalan Allah swt maupun jihad dalam arti khusus yaitu berperang di jalan Allah swt. Zakat diberikan kepada mereka untuk mencukupkan bekal mereka dalam melaksanakan jihad.

Contoh Fi sabilillah pada jaman sekarang adalah mendirikan pusat dakwah islam, menyebarkan informasi (offline dan online) yang baik tentang islam.

8. Orang yang melakukan perjalanan (Ibnu Sabil)

Islam mendorong umatnya untuk berpergian dalam rangka mencari rezeki, menuntut ilmu, berjuang di jalan Allah dan melaksanakan ibadah. Secara umum ibnu sabil berarti orang yang melakukan perjalanan (musafir) yang kehabisan bekal sehingga ia tidak dapat melanjutkan perjalanan ke negerinya. Misalnya : orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan karena hilang, dicuri atau di rampok, orang yang di usir (di deportasi) dan meminta suaka dan tunawisma.

Syarat memberi zakat kepada ibnu sabil adalah ia dalam keadaan membutuhkan dan perjalanannya bukan perjalanan maksiat namun perjalanan ketaatan untuk memenuhi kebutuhan.

Adapun besaran pembagian zakat bagi ibnu sabil adalah memberikan semua biaya perjalanan (biaya hidup, ongkos transportasi dan pakaian) dan tidak boleh lebih dari itu. 

Orang yang tidak boleh menerima zakat

Orang tidak boleh menerima zakat adalah sebagai berikut :
  1. Orang kaya, yaitu orang yang berkecukupan atau memiliki harta yang mencapai satu hisab.
  2. Orang yang kuat yang mampu berusaha untuk mencukupi kebutuhannya. Hanya kemudian jika penghasilannya tidak mencukupi baru boleh mengambil zakat.
  3. Orang non muslim di bawah perlindungan negara Islam kecuali jika diharapkan masuk Islam.
  4. Bapak ibu atau kakek nenek hingga ke atas, anak – anak hingga ke bawah atau istri dari orang yang mengeluarkan zakat karena nafkah mereka dibawah tanggungannya. Namun diperbolehkan untuk menyalurkan zakat kepada selain mereka seperti kepada saudara laki – laki, saudara perempuan, paman dan bibi dengan syarat mereka dalam keadaan membutuhkan.

Sumber Referensi :

Ahmad Hatta, Abas Mansur Tamam dan Ahmad Syahirul Alim. 2014. Bimbingan Islam untuk Hidup Muslim: Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya dari Lahir sampai Mati Berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Jakarta: Maghfirah Pustaka

Sri Nurhayati dan Wasilah, 2017. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Hal – hal yang dapat dilakukan saat beribadah shalat fardhu (wajib)

By // Tidak ada komentar:
Sebagai umat islam, sudah merupakan kewajiban bagi kita untuk melaksanakan ibadah shalat fardhu (wajib) lima waktu setiap hari. Kita melaksanakan shalat tersebut dengan kesadaran sebagai bentuk keimanan dan kepatuhan kepada Allah swt. Harapannya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya maka kita akan diberikan perlindungan, rezeki, pahala dan tempat yang baik di dunia juga di sisi Allah swt (surga). Selain ibadah shalat fardhu nya sendiri yang diganjar dengan pahala, terdapat beberapa hal yang bila dilakukan akan mengoptimalkan manfaat saat kita beribadah shalat wajib (fardhu) tersebut. Yaitu :

Shalat berjamaah di masjid

Shalat yang dilakukan berjamaah jauh lebih baik daripada shalat yang dilakukan sendirian. Dari sisi hubungan manusia, dengan melaksanakan shalat berjamaah sesama muslim dapat bersilaturahmi, saling mengenal dan saling membantu. Allah swt pun melipatgandakan pahala orang yang shalat berjamaah sampai 27 (dua puluh tujuh) kali lipat dibandingkan dengan pahala orang yang shalat sendirian.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw berikut ini :

Dari Ibnu Umar ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : “Shalat berjamaah 27 derajat lebih utama daripada shalat sendirian.” (HR. Malik, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Naasa’i – At–Targhib).

Shalat berjamaah di masjid

Berwudhu mulai dari rumah atau tempatnya beraktifitas

Orang yang telah berwudhu dengan sempurna ketika ia di rumah, kantor atau dimanapun tempat dia beraktifitas dengan tujuan berangkat shalat berjamaah di masjid, maka ia memperoleh manfaat yang besar dari Allah swt. Yaitu ia akan dianggap selalu dalam keadaan shalat mulai dari berangkat, selama di perjalanan, dan saat menunggu shalat di masjid. Demikian juga ketika telah selesai shalat dan dalam perjalanannya pulang. Malaikat pun selalu mendo’akan ketika ia berada di masjid saat menunggu shalat dimulai dan tetap mendoakannya  saat ia masih di masjid setelah selesai shalat.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw berikut ini : 

Shalat seorang laki – laki dengan berjamaah dibandingkan shalatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipatgandakan) pahalanya dengan 25 kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudhu dengan menyempurnakan wudhunya kemudian dia keluar menuju masjid. Dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjamaah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka malaikat akan turun untuk mendoakannya selama dia masih berada di tempat shalatnya. “Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah rahmatillah dia”. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti pelaksanaan shalat. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Menjadi tukang adzan (Muadzin)

Dengan menjadi tukang adzan (muadzin), maka dosa - dosanya akan diampuni sepanjang suaranya terdengar dan dibenarkan oleh orang yang mendengarkannya dan ia pun mendapat pahala orang – orang yang shalat bersamanya.

Hal ini berdasarkan sabda rasululllah saw :

“Tukang adzan itu akan diampuni (dosanya) sepanjang suaranya (terdengar), dan dibenarkan oleh orang yang mendengarkannya baik basah maupun kering dan juga baginya pahala orang yang sahalt bersamanya.” (HR. Ahmad dan An-Nasai).

Jika anda tidak dapat menjadi tukang adzan (muadzin) maka minimal anda bisa mendapatkan pahala yang setimpal dengannya yaitu “mengucapkan seperti yang dikatakan oleh tukang adzan tersebut”. Maksudnya adalah memohonlah (berdoa) setelah kamu selesai menjawab seruan muadzin tersebut.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw :

“Katakanlah seperti yang dikatakan oleh muadzin, bila kamu selesai maka mohonlah (kepada Allah) niscaya dia akan memberimu.” (HR. Abu Daud dan An-Nasai).

Datang ke masjid menunggu waktu shalat

Banyak orang yang datang ke masjid setelah adzan agar cepat selesai beribadah di masjid. Namun sesungguhnya jika ia datang ke masjid  lebih awal maka ia akan mendapat pahala yang besar. Orang yang menunggu shalat, yaitu ketika ia mulai masuk ke masjid dan menunggu disana sampai datangnya waktu shalat. Kemudian sebaik - baiknya waktu menunggu shalat tersebut adalah mengisinya dengan zikir, istighfar, membaca al -qur’an dan berdo’a.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw :

Orang yang menunggu sholat di masjid di beri pahala seperti sedang sholat (HR. Bukhari : 611)

Melaksanakan shalat sunnah tahiyatul masjid dan shalat rawatib

Shalat sunnah tahiyatul masjid ini merupakan shalat sunah yang sangat dianjurkan. Yaitu melaksanakan shalat sunnah dua rakaat yang dikerjakan ketika memasuki masjid. Shalat ini dilaksanakan sebelum duduk sebagai bentuk penghormatan terhadap masjid sebagai rumah Allah swt.

Rasulullah bersabda :

“Apabila seseorang diantara kamu masuk masjid, maka janganlah hendak duduk sebelum shalat dua rakaat lebih dahulu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Melaksanakan Shalat rawatib yaitu shalat sunah yang dikerjakan mengiringi shalat fardhu (wajib). Shalat sunah rawatib yang dikerjakan sebelum shalat wajib (fardhu) disebut qabliyah. Waktunya : 2 rakaat sebelum subuh, 2 rakaat sebelum shalat zhuhur, 2 atau 4 rakaat sebelum ashar, dan 2 rakaat sebelum shalat isya. 

Sedangkan shalat sunah rawatib yang dikerjakan setelah shalat fardhu (wajib) disebut ba’diyah. Waktunya : 2 atau 4 rakaat sesudah shalat zhuhur, 2 rakaat sesudah shalat maghrib dan 2 rakaat sesudah shalat isya.

Berinfak dan bersedekah

Mari gunakan setiap kesempatan yang kita miliki untuk bersedekah. Selagi fisik sehat dan diberikan kemudahan rezeki, sisihkanlah sebagian untuk bersedekah. Dalam hal ini bersedekah di masjid saat akan shalat berjamaah atau setelahnya. Insyallah sedekah tersebut barokah dan menjadi bekal kita di akhirat nanti dan melindungi kita di padang mahsyar.



Hendaknya saat shalat berjamaah berada di shaf yang pertama

Malaikat mendoakan  orang – orang yang pada saat shalat berjamaah berada di shaf pertama.

Berdasarkan hadist Rasulullah :

“Sesungguhnya para malaikat memberikan shalawat kepada orang – orang yang berada di shaf pertama.” (HR. Ibnu Hibban no. 2157)

Menanggapi sabda beliau, para sahabat bertanya, “Apakah juga kepada orang – orang yang berada di shaf kedua wahai rasulullah?” kemudian rasulullah berkata “juga kepada orang – orang yang berada di shaf kedua.” (HR. Ahmad dan Ath Thabrani, dihasankan oleh Syaikh Al Albani)

Demikianlah artikel tentang hal – hal yang dapat dilakukan saat kita beribadah shalat fardhu (wajib). Semoga dapat bermanfaat dan mohon maaf jika di dalam nya terdapat kekurangan dan kesalahan. 

Niat Puasa Ramadhan dan Doa Berbuka Puasa

By // Tidak ada komentar:
Puasa di bulan ramadhan adalah puasa wajib bagi umat islam. Puasa tersebut wajib dilaksanakan bagi setiap muslim yang baligh (dewasa), berakal, dalam keadaaan sehat, dan dalam keadaan mukim (tidak bersafar). Sedangkan berniat merupakan salah satu rukun puasa. 

DOA NIAT PUASA RAMADHAN

Orang yang akan berpuasa ramadhan diharuskan meniatkan puasanya sebelum waktu fajar. Yaitu berniat puasa ramadhan hanya karena Allah swt semata. Berdasarkan sabda nabi Muhammad saw,

“Barang siapa yang belum menguatkan niat berpuasa sebelum fajar maka tiada puasa baginya.” 
(Abu Dawud, 2/2454, Tarmidzi, 3/730, Nasa’i, 4/2331)

Berikut ini Bacaan Doa Niat Puasa Ramadhan dalam tulisan arab, lafadz, dan artinya dalam bahasa indonesia.

Arab
Doa Niat Puasa Ramadhan

Lafadz (pengucapan) Bacaan Doa Niat Puasa Ramadhan 

“NAWAITU SHAUMA GHODIN ‘AN ADAA-I, FARDHI SYAHRI ROMADHOONA HAADZIHIS SANATI LILLAHI TA’AALA.”

Terjemahan Doa Niat Puasa Ramadhan dalam bahasa indonesia

“Aku niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban puasa pada bulan ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”

DOA BERBUKA PUASA

Untuk bacaan doa berbuka puasa ini terdapat dua versi yaitu Pertama, bacaan doa berbuka puasa yang umum sudah kita amalkan selama ini dan Kedua, versi bacaan doa berbuka puasa sesuai hadits shahih. Untuk dalil hadits dhaif dan sahihnya saya tidak tulis disini karena saya juga tidak begitu paham untuk menjelaskannya, jadi saya hanya menuliskan bacaan doa nya saja. Untuk pembahasan lebih jelasnya anda dapat bertanya kepada ustad atau pun guru agama.

Bacaan doa berbuka versi pertama tidak asing bagi kita karena selama ini dikumandangkan setelah adzan maghrib di bulan ramadhan melalui media televisi dan radio. Bacaan doanya adalah sebagai berikut :

Berikut ini Bacaan Doa berbuka puasa dalam tulisan arab, lafadz, dan artinya dalam bahasa indonesia.

Arab
Do'a berbuka puasa

Lafadz (pengucapan) Bacaan Doa Buka Puasa

“ALLAHUMMA LAKASUMTU WABIKA AAMANTU WA ‘ALA RIZQIKA AFTHORTU BIROHMATIKA YAA ARHAMAR – ROHIMIN.”

Terjemahan Doa Buka Puasa dalam bahasa indonesia

“Ya Allah, karena Mu aku berpuasa, dengan Mu aku beriman, kepada Mu aku berserah dan dengan rezeki Mu aku berbuka (puasa), dengan rahmat Mu, Ya Allah Tuhan yang Maha Penyayang.”


Sedangkan bacaan doa berbuka puasa versi kedua yang sesuai hadits shahih adalah sebagai berikut :

Berikut ini Bacaan Doa berbuka puasa sesuai hadist shahih :

Arab
Do'a berbuka puasa - Shahih

Lafadz (pengucapan) Bacaan Doa Buka Puasa

“DZAHABA-DZ DZOMA’U WABTALLATI-L ‘URUUQU WA TSABATA-L AJRU, INSYA ALLAH.”

Terjemahan Doa Buka Puasa dalam bahasa indonesia

“Telah hilang dahaga, dan urat – urat telah basah, serta telah di raih pahala, Insya Allah.”

Atas kedua versi doa berbuka puasa ini, setiap individu dapat memilih bacaan mana yang lebih nyaman dan diyakininya. Saya sendiri mengamalkan bacaan doa berbuka puasa versi yang pertama. Alasannya karena saya sudah hapal bacaan tersebut. 

Demikianlah Bacaan Niat Puasa Ramadhan dan Doa Berbuka Puasa beserta artinya. Semoga dapat bermanfaat dan menjadi amal ibadah bagi kita semua. Serta mohon maaf jika ada kekurangan dan kesalahan. 

Keutamaan Infak dan Sedekah

By // 2 komentar:
Secara umum yang dimaksud Infak dan Sedekah adalah mengeluarkan sebagian harta yang halal dalam perkara sunah (bukan wajib) sebagai bentuk ibadah kepada Allah swt. Antara Infak dan Sedekah terdapat persamaan dan perbedaannya. Manfaat Infak dan Sedekah amat besar bagi manusia sehingga jika ada waktu dan kesempatan lebih baik segera dilaksanakan.

Keutamaan infak dan sedekah

Apa itu Infak ?

Infak berasal dari kata “anfaqa” yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Makna Infak adalah mengeluarkan harta yang halal dan baik dalam hal – hal yang diperbolehkan (mubah) dalam rangka beribadah kepada Allah swt.

Jenis Infak

1. Infak Wajib

Infak wajib adalah memberikan harta kepada orang – orang yang menjadi tanggungannya. Seperti Infak untuk biaya hidup sendiri, istri dan anak – anak.

Firman Allah swt, “Kaum laki – laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki – laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki – laki) telah mengInfakkan (nafkah) sebagian dari harta mereka." (An – nisa [4]:34)

Termasuk dalam kategori Infak yang wajib adalah kewajiban untuk menunaikan zakat, baik zakat fitrah maupun zakat harta (dalam arti ini, Infak sinonim dengan zakat).

2. Infak Sunnah

Infak sunnah adalah memberikan harta kepada orang atau pihak yang membutuhkan seperti berInfak kepada anak yatim, fakir dan miskin. Seperti memberikan hadiah dan hibah, memberikan donasi pada lembaga – lembaga sosial, dll.

3. Kata Infak juga terkadang disebutkan dalam al – qur’an untuk harta yang dialokasikan oleh orang – orang kafir dalam memerangi Allah dan Rosulnya.

Apa itu Sedekah ?

Sedekah berasal dari kata  sha-da-qa, artinya benar atau jujur. Makna bahasanya menunjukkan bahwa sedekah adalah pemberian yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam bentuk kebaikan (harta, ucapan, atau sikap dan perbuatan). Sedekah merupakan ibadah yang tidak dibatasi oleh waktu ataupun jumlah tertentu, dan dapat berupa materi ataupun non materi. Artinya segala bentuk perbuatan baik  itu adalah sedekah. Sedekah merupakan ekspresi dari kebenaran keimanan seseorang kepada Allah swt.

Jenis Sedekah

1. Sedekah Wajib (bisa berarti zakat dan infak yang berupa nafkah)

Firman Allah swt, “Ambillah zakat (Sedekah) dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (At – taubah [9]:103)

2. Sedekah Sunnah 

Pada dasarnya hukum sedekah adalah sunah. Berpahala bila dilakukan dan tidak berdosa bila ditinggalkan.
Sabda nabi Muhammad saw, “Segala bentuk kebajikan adalah Sedekah.” (Shahih Bukhari, 5/5675; Muslim, 2/1005).

Segala bentuk kebajikan, baik kata – kata, perbuatan, sikap atau harta adalah sedekah. Contohnya pemberian bantuan kepada orang lain dengan sukarela, sedekah kepada fakir miskin, sedekah jariyah, mentraktir teman makan, dll.

Perbedaan antara Infak dan Sedekah

1. Istilah Infak terkadang khusus disebutkan untuk kewajiban nafkah dari seorang suami kepada keluarganya. Dengan demikian, uang yang dibelanjakan kepada keluarga tidak disebut Sedekah tetapi Infak.

2. Sedekah bisa berbeda maknanya dari Infak, karena Sedekah tidak hanya menyangkut harta, tetapi segala bentuk kebajikan yang diberikan kepada orang lain, baik kata – kata, perbuatan, sikap atau harta.

Persamaan antara Infak dan Sedekah

1. Infak dan Sedekah yang hukumnya wajib adalah sinonim dengan zakat. Sehingga zakat, Infak dan Sedekah dalam arti ini pengertiannya sama.

Nabi bersabda, “Satu dinar yang engkah Sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau Infakkan kepada keluargamu, lebih besar pahalanya yang engkau Infakkan kepada keluargamu." (Muslim, 2/995).

2. Infaq dan Sedekah yang hukumnya sunnah adalah sinonim dengan Sedekah dalam istilah umum. Yaitu mengeluarkan sebagian harta yang halal dalam perkara yang sunnah sebagai ibadah kepada Allah swt.

Keutamaan berInfak dan berSedekah

1. Memudahkan seseorang masuk ke dalam surga.

2. Ahli Sedekah akan dipanggil untuk masuk surga dari pintu Sedekah.

Nabi Muhammad saw bersabda, siapa yang ahli Sedekah, dia akan dipanggil (masuk surga) dari pintu Sedekah.” (Shahih Bukhari 2/1798).

3. Terjaga dari api neraka.

4. Menghapuskan dosa – dosa.

5. Memperbanyak kebaikan dan melipatgandakan pahala di sisi Allah swt.

6. Mensucikan jiwa dan mengikis sifat bakhil (kikir).

Cara mensucikan jiwa manusia dari sifat bakhil (kikir) adalah dengan menanamkan sifat pemurah dengan cara senang bersedekah. Jika hati dan jiwa sudah bersih maka ia akan mendapatkan kelapangan dan kemudahan untuk beribadah kepada Allah swt. Melalui sedekah, Islam mengajarkan umatnya agar memiliki kepekaan dan keperdulian sosial.

7. Memberkahi dan menumbuhkan harta (melapangkan rezeki).

Sedekah tidak mengurangi harta, justru sebaliknya sedekah akan melipatgandakan harta tersebut. Dasarnya adalah firman Allah swt (QS At – Taubah [9]:99). Allah akan mempercayakan distribusi rezeki nya kepada orang – orang yang dermawan, sebab orang yang dermawan secara tidak langsung berarti telah memperlancar laju distribusi rezeki Allah swt dan menyalurkannya menuju tempat – tempat yang semestinya.

8. Membuat seseorang mendapatkan perlindungan Allah swt di terik matahari di padang mahsyar pada hari kiamat.

9. Sedekah akan melapangkan dada, mengobati dan melenturkan hati yang keras.

10. Harta yang diSedekahkan adalah harta sejati yang dimiliki untuk selamanya.

11. Membersihkan harta.

Manusia tidak luput dari kesalahan, mungkin saja tanpa disadari dalam harta yang dimiliki tercampur dengan sesuatu yang haram atau sabhat. Hal ini harus segera dibersihkan. Salah satu cara untuk membersihkan harta adalah dengan bersedekah.

12. Menolak musibah

Setiap orang telah ditentukan kapan ia akan terkena bala atau musibah dalam hidupnya.  Menurut rasulullah, ada satu amalan yang dapat menolak bala (musibah). Artinya bala itu diangkat oleh Allah swt. Amalan tersebut adalah sedekah.


Adab dan etika dalam berInfak atau Sedekah.

1. Niat Ikhlas bersedekah dan tidak bersikap pamer (riya’). Dimana sifat riya ini dapat menghapuskan pahala dari sedekah.

2. Infak dan Sedekah dengan sembunyi – sembunyi lebih baik dan lebih bisa menjaga keikhlasan dibandingkan dengan Infak dan Sedekah secara terang – terangan.

Nabi Muhammad saw bersabda, “Seseorang yang bersedekah dengan sembunyi – sembunyi, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diInfakkan tangan kanannya,” (Shahih Bukhari, 1/629; Muslim, 2/1031).

keutamaan sedekah secara sembunyi – sembunyi jauh melebihi sedekah yang diberikan secara terang – terangan di depan umum. Menampakkan sedekah diperbolehkan selama tujuannya baik supaya dicontoh orang lain. Sedangkan menyembunyikan sedekah itu lebih baik dari menampakkannya, jika menampakkannya itu dapat menimbulkan riya’ pada diri si pemberi dan dapat menyakiti hati orang yang di beri.

3. Tidak memaki orang yang di beri, atau mengungkit – ungkit pemberiannya sehingga menyakitkan bagi orang yang di beri sedekah.

4. Bersedekah dengan harta yang halal dan baik (barang berkualitas, tidak cacat dan disukai pemiliknya).

5. Tidak berlebihan dalam berInfak dan berSedekah.

6. Sedekah diberikan setelah menunaikan tanggungan yang wajib dan masih ada yang tersisa.

7. Mendahulukan keluarga, anak – anak, kerabat dekat, tetangga dekat. Kemudian sedekah diberikan kepada orang yang betul – betul membutuhkan.

8. Infak yang paling utama adalah harta yang diberikan untuk kepentingan umum atau fi sabilillah.

9. Segera bersedekah terutama ketika sehat dan kaya

Allah swt memerintahkan menginfakkan (bersedekah) harta bukan saja dalam keadaan senang akan tetapi juga dalam keadaan susah. Namun orang yang sehat dan memiliki harta benda hendaknya segera menginfakkannya sebelum dia menyaksikan tanda – tanda kematian. Sehingga dia tidak menyesal dan tidak kehilangan kesempatan untuk berinfak dan bersedekah.

Daftar Pustaka

Ahmad Hatta, Abas Mansur Tamam dan Ahmad Syahirul Alim. 2014. Bimbingan Islam untuk Hidup Muslim: Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya dari Lahir sampai Mati Berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Jakarta: Maghfirah Pustaka

Saadiyah Binti Syekh Bahmid. 2014. Sedekah dalam pandangan Al – Quran. Rausyan Fikr, Vol. 10, No. 2 Juli –Desember 2014

6 Rukun Iman dalam Islam

By // Tidak ada komentar:
Rukun Iman adalah pokok – pokok keimanan dan merupakan landasan agama Islam. Rukun Iman terdiri dari Iman kepada Allah, Iman kepada para malaikat, Iman kepada kitab – kitab, Iman kepada Nabi dan Rosul, Iman kepada Hari Akhir, dan Iman kepada Qadha dan Qadar.

6 Rukun Iman

1. Iman kepada Allah swt.

Iman kepada Allah swt adalah sebuah bentuk keimanan akan adanya Allah swt dan keyakinan atas kekuasaan-Nya. Bahwa hanya Allah pemilik segala sesuatu sekaligus penciptanya dan menyakini bahwa tuhan hanya satu yang berhak di sembah yaitu Allah swt.
Keimanan ini disertai dengan kesiapan dan kerelaan untuk taat dan patuh kepada semua ketentuan Allah swt, sebagaimana sabda nabi Muhammad saw : “Iman itu adalah mengenal (mengetahui) dengan hati, mengatakan dengan lisan, serta mengerjakan dengan anggota tubuh.” (HR Ibnu Majah).

2. Iman kepada para Malaikat 

Iman kepada para malaikat adalah sebuah bentuk keimanan terhadap keberadaan para malaikat berikut tugasnya yang diberikan oleh Allah swt seperti yang disebutkan dalam al – qur’an dan hadits. Malaikat adalah makhluk Allah swt yang diciptakan dari cahaya. Para malaikat selalu taat beribadah, patuh, dan senantiasa berdzikir kepada Allah swt. Keimanan kepada malaikat secara benar, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perilaku manusia. Karena tidak ada satu ucapan dan tindakan manusia yang tidak dihadiri dan dicatat oleh malaikat yang bertugas untuk itu (QS 50:18).

3. Iman kepada Kitab – Kitab

Iman kepada kitab – kitab Allah artinya beriman bahwa Allah swt menurunkan wahyu dan kitabnya kepada nabi Muhammad saw dan para nabi sebelumnya seperti yang disebutkan dalam al – qur’an. Kitab – kitab yang diturunkan Allah swt disebutkan dalam al – qur’an yaitu : (1) Taurat yang diturunkan Allah kepada nabi Musa, Zabur diturunkan kepada nabi Daud, Injil diturunkan kepada nabi Isa dan al – qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad saw (utusan terakhir pembawa risalah Allah swt).

Untuk umat manusia sekarang maka keimanan tersebut wajib di ikuti dengan membaca, mempelajari, serta mengamalkan isi kitab al – qur’an, karena al – qur’an adalah kitab yang dijaga kemurniannya oleh Allah dan merupakan panduan hidup bagi seluruh umat manusia. 

4. Iman kepada Nabi dan Rosul

Nabi dan rosul adalah pembawa risalah Allah swt bagi umat manusia. Nabi adalah manusia yang memperoleh wahyu dari Allah swt, namun tidak diperintahkan untuk menyampaikan wahyu tersebut. Rosul adalah manusia yang memperoleh wahyu dari Allah dan diperintahkan untuk menyampaikannya. 

Nabi dan rosul yang wajib diimani adalah 25 nabi yang ditutup oleh nabi Muhammad saw (seperti yang disebutkan dalam al – Qur’an). Yaitu : nabi Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya’kub, Yusuf, Ayub, Syuaib, Musa, Harun, Dzulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Yunus, Zakariya, Yahya, Isa dan Muhammad. Untuk umat manusia sekarang, keimanan dilakukan dengan berupaya semaksimal mungkin mengamalkan sunah (hadits) Rosulullah Muhammad saw. 

Beriman kepada para nabi dan rosul dilakukan dengan menyakini bahwa misi atau risala yang mereka bawa adalah benar dari Allah swt, menyakini bahwa para rosul telah menjalani amanah mereka, menyakini bahwa mereka adalah manusia dengan sifat yang manusiawi (makan, minum, tidur, menikah, dll), menyakini bahwa mereka tidak memiliki sifat – sifat ketuhanan (tidak bisa memberi manfaat dan mudharat, tidak bisa mempengaruhi kehendak Allah) dan menyakini bahwa Allah menguatkan mereka dengan mukjizat yang menunjukkan kebenaran mereka sebagai utusan Allah swt. 

5. Iman kepada Hari Akhir

Iman kepada hari akhir berarti mempercayai semua yang diberitakan Allah swt dalam al – qur’an, dan diberitakan rasulullah dalam hadits tentang segala yang terjadi setelah kematian seperti nikmat dan siksa kubur, kebangkitan, padang mahsyar, mahkamah Allah swt, telaga kautsar, titian sirath, surga dan neraka berikut segala hal yang telah dijanjikan Allah swt kepada penghuni surga dan neraka. 

Iman kepada hari akhir adalah penting, karena dengan keimanan yang benar terhadap hari akhir ini, manusia diharapkan dapat lebih mampu mengendalikan diri dalam kesehariannya sehingga senantiasa berupaya memperbanyak amal shaleh, berbuat baik, dan menghindari perbuatan maksiat dan dosa.


6. Iman kepada Qadha dan Qadar.

Menurut Islam, yang dimaksud qadha adalah ketetapan Allah swt sejak jaman azali sesuai dengan iradah (kehendaknya) tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan makhluk. Sedangkan qadar adalah perwujudan atau kenyataan dari ketetapan Allah swt terhadap semua makhluk dalam ukuran dan bentuk tertentu sesuai dengan iradah (kehendak) – Nya. Yang dimaksud Jaman azali adalah masa ketika Allah swt hidup sendirian, kecuali qalam (pena) dan lauh al – mahfuzh (lembaran yang terpelihara/ kitab induk) untuk menulis tentang takdir.

Iman kepada takdir memberikan ketenangan dalam kehidupan seorang muslim. Yaitu ketika mendapat musibah, kita menyakini bahwa tidaklah seseorang mendapatkan musibah kecuali telah ditakdirkan Allah swt. Memberikan kekuatan untuk berusaha semaksimal mungkin karena kita tidak pernah tahu takdir Allah swt yang dituliskan di lauh al mahfuzh, kecuali yang telah terjadi dengan diri kita.

Iman kepada qadha dan qadar akan menjadikan manusia senantiasa berfikir positif dan ikhlas terhadap ketetapan Allah swt karena kita menyakini bahwa segala sesuatu terjadi hanya dengan ijin Allah swt. Tugas manusia adalah berusaha pindah dari takdir Allah yang tidak disukainya (buruk) pada takdir yang disukainya (baik).

Demikianlah artikel tentang Rukun Iman dalam ajaran Islam semoga bermanfaat. Iman adalah perjanjian dalam hati sehingga kadar keimanan setiap muslim tidak bisa dilihat secara kasat mata. Seorang yang telah mengaku beriman kemudian diminta menjaga keimanannya dan hal ini terlihat dari tindakan nyata melalui kesanggupannya menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan- Nya.

Daftar Pustaka

Ahmad Hatta, Abas Mansur Tamam dan Ahmad Syahirul Alim. 2014. Bimbingan Islam untuk Hidup Muslim: Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya dari Lahir sampai Mati Berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Jakarta: Maghfirah Pustaka

Sri Nurhayati dan Wasilah, 2017. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Jenis Riba dan Pengaruh Riba pada Kehidupan Manusia

By // Tidak ada komentar:
Secara bahasa, riba bermakna ziyadah atau “bertambah”. Bertambah yang dimaksud disini adalah bertambah dari harta pokoknya, baik pertambahannya sedikit maupun banyak. 

Imam Sarakhzi mendefinisikan riba sebagai tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (‘iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.

Setiap penambahan yang diambil tanpa adanya suatu penyeimbang atau pengganti (‘iwad) yang dibenarkan syariah adalah riba. Hal yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang adalah transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan secara adil, seperti jual beli, sewa – menyewa, atau bagi hasil proyek, dimana dalam transaksi tersebut ada faktor penyeimbang berupa ikhtiar atau usaha, risiko dan biaya. (Antonio, 1999).

Menurut ijmak konsesus para ahli fikih, bunga termasuk riba karena riba memiliki persamaan makna dan kepentingan dengan bunga (interest). (Ascarya, 2007). Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa no. 1 tahun 2004 yang menyatakan bahwa bunga (interest) yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (al-qardh) atau utang – piutang (al-dayn), baik yang dilakukan oleh lembaga keuangan, individu maupun lainnya hukumnya adalah haram.


Dengan demikian jika memberikan pinjaman uang kepada orang lain, kita dilarang meminta atau menentukan imbalan keuntungan atas pinjaman yang diberikan, karena itu adalah riba.

Jenis Riba

1. Riba Nasi’ah

Riba Nasi’ah adalah riba yang muncul karena utang – piutang. Riba Nasi’ah dapat terjadi dalam segala jenis transaksi kredit atau utang – piutang dimana salah satu pihak harus membayar lebih besar dari pokok pinjamannya. Kelebihan dari pokok pinjamannya dengan nama apapun (bunga, interest, bagi hasil), dihitung dengan cara apapun (fix rate atau floating rate), besar atau kecil semuanya ini tergolong riba.

Kelebihan tersebut dapat berupa suatu tambahan atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang. Misalnya : bank sebagai kreditur memberikan pinjaman dan mensyaratkan pembayaran bunga yang besarnya ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi (sebagai kelebihan dari pokok pinjamannya), bunga inilah yang termasuk dalam jenis riba nasi’ah. Demikian juga bunga yang dibayarkan bank atas deposito atau tabungan nasabahnya adalah riba.

Contoh :
Seseorang meminjam uang dari bank sebesar Rp 30.000.000. sebagai modal usaha namun pihak bank mensyaratkan penambahan pembayaran sebesar 10 persen dari total pinjaman. Sehingga ia harus membayar sebesar Rp 33.000.000. pada waktu jatuh tempo. Selisih pembayaran Rp 3.000.000. adalah riba.

Selain itu, kelebihan tersebut dapat berupa suatu tambahan yang melebihi pokok pinjamannya karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditentukan. Atas kelebihannya ada yang menyebutnya riba jahiliyyah. Misalnya : pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh tagihannya atau tidak dibayar pada waktu yang ditetapkan atau denda atas utang yang tidak dibayar tepat waktu.

2. Riba Fadhl

Riba Fadhl adalah riba yang muncul karena transaksi pertukaran atau barter. Riba fadhl dapat terjadi apabila ada kelebihan atau penambahan pada salah satu dari barang ribawi atau barang sejenis yang dipertukarkan. Baik pertukaran dilakukan tunai (dari tangan ke tangan) atau kredit. Contoh : menukar perhiasan perak seberat 80 gram dengan uang perak (dirham) senilai 6 gram. Selain itu riba fadhl juga dapat terjadi dari pertukaran barang tidak sejenis yang dilakukan tidak tunai. Contoh : transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara tunai (spot). 

Yang dimaksud dengan barang ribawi atau barang sejenis adalah barang yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan satu sama lainnya. Sebagaimana yang tertuang dalam teks hadits terdapat 7 (tujuh) macam barang ribawi yaitu : emas, perak, jenis gandum, kurma, zabib atau tepung, anggur kering dan garam. 

Namun para ahli fikih berbeda pendapat atas barang sejenis. Mahzab hanafi dan hambali memperluas konsep benda ribawi pada benda yang dapat dihitung melalui satuan timbangan atau takaran; Mahzab syafi’i memperluas pada mata uang (al-naqd) dan makanan (al-ma’thum). Mahzab maliki memperluas konsep benda ribawi pada mata uang dan sifat al-iqtiyat (jenis makanan yang menguatkan badan) dan al-iddihar (jenis makanan yang dapat disimpan lama).

Pertukaran barang sejenis dapat mengandung ketidakjelasan (gharar) bagi kedua belah pihak yang bertransaksi atas nilai masing – masing barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat merugikan salah satu pihak sehingga ketentuan syariah mengatur kalaupun barang tersebut akan dipertukarkan, maka harus dalam jumlah yang sama. Namun jika salah satu pihak tetap tidak mau menerima pertukaran dalam jumlah yang sama karena menganggap mutunya berbeda maka jalan keluarnya adalah barang yang dimilikinya dijual terlebih dahulu kemudian uang yang didapat digunakan untuk membeli barang yang dibutuhkan.

Sedangkan pertukaran barang non-ribawi dimungkinkan dalam jumlah yang berbeda asalkan penyerahannya tunai (dari tangan ke tangan) atau tidak ditunda. 

Pengaruh riba pada kehidupan manusia

Imam Razi menjelaskan mengapa bunga dilarang dalam Islam (Qardhawi, 2000). Yaitu sebagai berikut :

1. riba merupakan transaksi yang tidak adil dan mengakibatkan peminjam jatuh miskin karena dieksploitasi, karena riba mengambil harta orang lain tanpa imbalan. Hal ini seperti seseorang yang menjual senilai satu rupiah tetapi mendapat bayaran dua rupiah. Berarti dia mendapat tambahan satu rupiah tanpa pengorbanan. Sedangkan harta seseorang merupakan hak miliknya yang sudah seharusnya dihormati atau dihargai.

2. riba akan menghalangi orang untuk melakukan usaha karena pemilik dana dapat menambah hartanya dengan transaksi riba baik secara tunai maupun berjangka. Sehingga pemilik harta riba akan meremehkan persoalan mencari penghidupan dia tidak mau menanggung risiko berusaha, berdagang dan pekerjaan – pekerjaan yang berat. Hal ini akan mengakibatkan hilangnya manfaat bagi masyarakat. Padahal telah diketahui bersama bahwa kemaslahatan dunia tidak akan dapat terwujud tanpa adanya perdagangan, keterampilan, perusahaan dan pembangunan.

3. riba akan menyebabkan terputusnya hubungan baik antar masyarakat dalam bidang pinjam – meminjam. Jika riba diharamkan, setiap orang akan merasa rela meminjamkan uang satu rupiah dan mendapat pengembalian sebesar satu rupiah. Sedangkan jika riba dihalalkan, orang yang memiliki kebutuhan mendesak akan mendapatkan uang satu rupiah dan mengembalikan sebesar dua rupiah. Hal ini akan menyebabkan hilangnya perasaan belah kasihan dan kebajikan. 

4. pada umumnya orang yang memberi pinjaman adalah orang kaya sedangkan yang meminjam adalah orang miskin. Pendapat yang membolehkan riba berarti memberikan jalan bagi orang kaya untuk menerima tambahan harta dari orang miskin yang lemah. Sehingga orang kaya bertambah kaya dan orang miskin bertambah miskin. Padahal tindakan demikian tidak diperbolehkan menurut nilai kasih sayang dari Allah yang maha penyayang.

Larangan terlibat dalam transaksi yang terdapat unsur riba

Di dalam alqur’an, larangan riba tertulis jelas dalam beberapa tahapan. Mulai dari ayat yang sifatnya peringatan bahwa pada hakikatnya riba tidak menambah kebaikan disisi Allah (QS 30:39), ayat yang memberikan contoh pelajaran orang yahudi pelaku riba yang di siksa Allah (QS 4:161), ayat yang menetapkan dengan jelas bahwa transaksi riba yang berlipat ganda dilarang Allah (QS 3:130), sampai akhirnya ayat yang menyatakan dengan tegas dan jelas bahwa semua praktik riba dilarang oleh Allah (QS 2:278-280). Yaitu :

“Hai orang – orang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang – orang yang beriman.”

“Maka jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rosul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak pula dizalimi (dirugikan).”

“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

(QS 2:278-280)

Dalam al-qur’an, Allah swt dengan tegas dan jelas melarang (haram) semua praktik riba, seberapapun besar kecilnya tambahan yang diberikan karena Allah swt hanya membolehkan pengembalian sebesar pokoknya saja. Rasulullah saw pun dalam suatu hadits bersabda sebagai berikut :

Jabir berkata “bahwa Rasulullah saw mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, orang yang mencatatnya dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, mereka itu sama (melakukan riba).” (HR. Muslim, 3/1598).

Jadi berdasarkan alqur’an dan hadits diatas, Allah swt dan Rasulullah saw tidak menyukai semua pihak yang turut serta dalam akad riba, yaitu orang yang mengambil utang dengan riba, orang yang memberi utang dengan riba, penulis yang mencatat transaksi riba dan saksi – saksi dalam akad riba tersebut.

Konsekuensi atas orang – orang yang terlibat dalam praktik riba adalah mereka melakukan dosa besar. Sedemikian besar daya rusak riba, sampai – sampai ada satu hadits riwayat al-hakim dari ibnu mas’ud, bahwa rasulullah saw bersabda :

“Riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunya.”

Allah swt melarang kita memakan harta yang dihasilkan dari riba,  pada hari akhir kelak, Allah swt akan menyiksa orang – orang yang memakan harta riba dengan siksa yang pedih.

Sebagai seorang muslim tentu kita harus menaati perintah Allah dan menjauhi larangannya, oleh karena itu jauhilah riba dalam berbagai transaksi ekonomi. Namun jika kita telah terlanjur terikat dengan sebuah transaksi yang disertai riba maka lakukanlah hal berikut ini :

1. jika kita adalah orang yang memberikan pinjaman kepada seseorang atau institusi dengan akad riba, maka ambillah sejumlah uang senilai jumlah asli pinjamannya saja dan jangan mengambil bunga pinjamannya. Kemudian jangan pernah mengulangi memberikan pinjaman dengan unsur riba di dalamnya. 

2. jika kita merupakan orang yang meminjam dan harus membayar utang beserta bunganya, lihatlah kemungkinan untuk membatalkan transaksi tersebut. jika mungkin dibatalkan kita wajib membatalkannya.

3. jika transaksi tersebut tidak mungkin dibatalkan dan telah terikat kontrak dengannya, maka tunaikanlah transaksi itu sampai tuntas dan jangan pernah mengulangi bertransaksi yang disertai riba.

Demikian reader bankjim, artikel tentang riba dan pengaruhnya bagi kehidupan manusia, semoga kita semua diberikan keimanan untuk menjalankan perintah Allah swt dan menjauhi segala larangannya. Semoga juga kita dijauhkan dari berbagai aktivitas transaksi yang mengandung unsur riba. Amin.

Daftar Pustaka

Ahmad Hatta, Abas Mansur Tamam dan Ahmad Syahirul Alim. 2014. Bimbingan Islam untuk Hidup Muslim: Petunjuk Praktis Menjadi Muslim Seutuhnya dari Lahir sampai Mati Berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Jakarta: Maghfirah Pustaka

Antonio dan Muhammad Syafi’i. 1999. Bank Syariah: Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Kerja sama BI dan Tazkia Institute.

Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syari’ah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Qardhawi, Yusuf. 2000. Halal dan Haram. Jakarta: Robbani Press.

Sri Nurhayati dan Wasilah, 2017. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat


Keutamaan Puasa – puasa Sunah

By // Tidak ada komentar:
Keutamaan Puasa Sunah
Di keluarga kami kadang ada yang melaksanakan puasa sunah senin dan kamis, kadang ada juga saudara yang menyarankan untuk puasa sunah ‘asyura dan arafah. Kadang ini menjadi pertanyaan saya, apa keutamaan puasa sunah tersebut?. Akhirnya saya mencari informasi tentang ini dan membaginya ke reader bankjim.com. Puasa sunah adalah puasa yang apabila dilaksanakan akan mendapat kemuliaan dan pahala di sisi Allah. Namun jika meninggalkannya tidak meyebabkan berdosa. Berikut ini adalah beberapa macam puasa sunah :

1.    Puasa Enam Hari di Bulan Syawal 
 Puasa ini boleh dilakukan secara berturut –turut boleh juga tidak, boleh dilakukan langsung setelah idul fitri (2 syawal) boleh juga setelah selang beberapa hari selama masih di bulan syawal. 

Keutamaan puasa enam hari di bulan syawal ialah mendapatkan pahala puasa selama setahun penuh.
kemudian jika kita ingin mengqadha puasa ramadhan maka diutamakan untuk melaksanakan puasa wajib (qadha puasa ramadhan) dahulu baru kemudian melaksanakan puasa sunah syawal.

2.    Puasa Arafah
Hari arafah adalah hari di saat jamaah haji wukuf (berkumpul) di arafah, yaitu pada tanggal 9 dzulhijjah. Puasa di hari arafah disunahkan bagi kaum muslim yang tidak melaksanakan ibadah haji.
Keutamaan puasa di hari arafah :
  • Mendapatkan pengampunan dari allah atas dosa – dosa yang telah lalu
  • Pembebasan dari api neraka, baik bagi jamaah haji yang sedang wukuf maupun bagi yang melaksanakan puasa arafah.
  • Do’a – do’a pada hari ini dikabulkan
3.    Puasa ‘Asyura
Yang dimaksud Hari ‘asyura adalah tanggal 10 muharram
Keutamaan  puasa ‘asyura :
  • Puasa yang diutamakan setelah puasa di bulan ramadhan
  • Menghapus dosa setahun yang telah berlalu
Tiga tingkatan keutamaan puasa ‘asyura :
  • Berpuasa tiga hari : 9, 10 dan 11 muharram
  • Berpuasa dua hari : 9 dan 10 muharram
  • Berpuasa satu hari : 10 muharram
4.    Puasa Ayyamul – Bidh
Ayyamul – bidh (hari – hari putih) adalah pertengahan bulan – bulan qamariyah yaitu tanggal 13, 14 dan 15 pada bulan qamariyah (saat lingkaran cahaya bulan terlihat sempurna).
Keutamaan puasa ayyamul – bidh :
Orang yang konsisten menjalankan puasa ayyamul – bidh setiap bulannya, orang itu seolah – olah berpuasa setahun penuh, atau selama – lamanya.

5.    Puasa Senin dan Kamis
Puasa senin dan kamis merupakan puasa yang paling disukai rasulullah saw karena itu beliau selalu menjaganya. Disunahkan untuk menjaga puasa di hari senin dan kamis karena pada hari itu catatan amal manusia diperlihatkan kepada Allah swt.
Keutamaan puasa senin dan kamis :
Keutamaannya adalah catatan amal manusia diperlihatkan kepada Allah pada hari senin dan kamis.
6.    Puasa di Bulan Sya’ban
Rasululah saw memperbanyak ibadah puasa di bulan sya’ban
Keutamaan puasa di bulan ini adalah pada bulan sya’ban catatan amal manusia selama setahun diangkat kepada Allah swt. Maka disunahkan untuk memperbanyak puasa pada bulan ini.

7.    Puasa pada Bulan – Bulan Haram
Bulan – bulan haram (asyhurul hurum) adalah bulan – bulan yang dimuliakan islam. Bulan suci yang dimaksud adalah dzulqaidah, dzulhijjah, muharram dan rajab. Dinamakan bulan haram karena pada bulan tersebut dilarang melakukan peperangan dan perbuatan – perbuatan haram.

Sumber :
Bimbingan Islam untuk hidup muslim, DR. Ahmad Hatta, DR. Abas Mansur Tamam, MA, Ahmad Syahirul Alim, Lc. MPd. I, Magfirah pustaka, 2014


Pengertian dan Keutamaan Shalat Jum’at

By // Tidak ada komentar:
Pengertian dan Keutamaan Shalat Jum'at
 
Pengertian dan Keutamaan Shalat Jum’at

Pengertian shalat Jum’at

Shalat jum’at adalah shalat dua rakaat yang dikerjakan secara berjamaah pada waktu zhuhur di hari jum’at dan diawali dengan 2 (dua) khutbah. Shalat jum’at adalah pengganti shalat zhuhur pada setiap hari jum’at. Shalat jum’at hukumnya fardhu ‘ain (wajib) bagi setiap muslim laki – laki dewasa, merdeka, sehat dan bermukim (tidak sedang berpergian jauh). Meninggalkan shalat jum’at tanpa disertai alasan yang dibenarkan syariat merupakan perbuatan dosa besar.

Ya ayyumal ladziina aamanu idza nuudiya lishshalati miyyaumil jumu’ati fas’au ila dzikrillahi wadzarul bii’, dzaalikum khairul lakum in kuntum ta’lamun.

Hai orang – orang yang beriman, apabila di seru untuk menunaikan shalat pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkan jual – beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Keutamaan shalat jum’at

Hari jum’at adalah hari yang istimewa bagi kaum muslimin. Di antara keutamaannya disebutkan dalam hadits sebagai berikut :

Khairu yaumin thala’at ‘alaihisy syamsu yaumul jumu’ati, fiihi khuliqa aadamu wa fiihi udkhilal jannata wa fiihi ukhrija minhaa.

Sebaik – baiknya hari adalah hari yang terbit matahari padanya, yaitu hari jum’at, pada hari itu adam diciptakan, pada hari itu ia dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari itu pula ia dikeluarkan dari surga (HR. Muslim, Ahmad, Tarmidzi dan Nasa’i dari Abu Hurairah).

Kemudian dalam hadistnya yang bersumber dari Abu lubanah al bahri, rasulullah saw menyebut hari jum’at sebagai “sayyidul Ayyam”. Kata “Sayyid” dapat berarti kepala, tuan, pemimpin, dan lain – lain. Yaitu sebuah kata yang menggambarkan sesuatu yang lebih dari yang lain.

Syarat wajib shalat jum’at :
  1. Islam
  2. Baligh (dewasa), anak – anak tidak diwajibkan shalat jum’at
  3. Berakal, orang gila tidak wajib shalat jum’at
  4. Laki – laki, perempuan tidak wajib shalat jum’at
  5. Sehat, orang sakit tidak wajib shalat jum’at
  6. Menetap, orang yang sedang berpergian jauh (musafir) tidak wajib shalat jum’at
Terkecuali orang gila, mereka yang tidak terkena kewajiban shalat jum’at diperintahkan melaksanakan shalat zhuhur.

Syarat sah shalat jum’at
  1. Didirikan di tempat yang penduduknya menetap. Baik di kota maupun di desa, maka tidak sah shalat jum’at jika dilaksanakan di ladang atau di sawah. Yang orang – orangnya hanya sementara berada di sana untuk menggarap ladang atau sawah.
  2. Berjamaah. Tidak sah shalat jum’at dilakukan sendirian. Mengenai jumlah jamaahnya para ulama berpendapat, ada yang mengatakan minimal 40 orang, ada pula yang mengatakan 4 orang sudah termasuk berjamaah.
  3. Dilakukan pada waktu zhuhur.
  4. Sebelum shalat jum’at dilaksanakan didahului dengan 2 (dua) khutbah.
Rukun atau isi khutbah jum’at
  1. Menyampaikan puji – pujian kepada Allah (Tahmid) seperti Alhamdulillah
  2. Membaca shalawat kepada nabi muhammad saw
  3. Membaca 2 (dua) kalimat syahadat
  4. Mewasiatkan takwa kepada Allah
  5. Membaca ayat al-qur’an
  6. Memohonkan do’a dan maghfirah (ampunan) bagi sekalian mukminin pada khutbah yang kedua.
Tata cara pelaksanaan khutbah jum’at
  1. Dilakukan di mulai sesudah masuk shalat zhuhur, yaitu sesudah tergelincirnya matahari.
  2. Khutbah disampaikan dengan cara berdiri serta menghadapkan wajah ke arah jamaah.
  3. Khatib hendaknya mengucapkan salam seketika telah berada di atas mimbar.
  4. Setelah salam, khatib duduk sebentar untuk mendengarkan muadzin mengumandangkan adzan sampai selesai. Kemudian khatib berdiri kembali untuk menyampaikan khutbahnya.
  5. Khatib berkhutbah dengan penuh semangat, suara lantang dan jelas. Kalimat yang disampaikan tertata baik, fasih, dan mudah dipahami.
  6. Kedua khutbah dimulai setelah adzan selesai dikumandangkan dan iqamah pun segera diserukan seketika khutbah kedua selesai.
  7. Hendaknya khutbah dipersingkat namun padat dan pesannya jelas.
Tata cara shalat jum’at

Shalat jum’at dilaksanakan setelah khutbah kedua selesai. Jumlah rakaat nya sebanyak 2 (dua) rakaat dengan suara di keraskan. Disunahkan bagi imam untuk membaca surah al – jumu’ah pada rakaat pertama dan surah al – munafiqun atau al-a’la pada rakaat kedua setelah imam membaca al-fatihah.


Amalan sunah sebelum shalat jum’at

Sebelum berangkat untuk menunaikan shalat jum’at, ada beberapa amalan sunah yang diajarkan oleh rasulullah saw dan dianjurkan untuk ditunaikan sebagai berikut :
  1. Mandi dan membersihkan tubuh
  2. Memakai pakaian putih
  3. Memotong kuku, kumis dan sejenisnya
  4. Memakai wangi – wangian
  5. Memperbanyak membaca al-qur’an, do’a dan dzikir
  6. Memperbanyak do’a dan shalawat atas nabi muhammad saw
  7. Melaksanakan shalat sunah sebelum khatib naik mimbar sebatas kemampuan
  8. Tenang dan khidmat sewaktu khatib menyampaikan khutbah
  9. Bergegas berangkat menuju shalat jum’at dan tidak melambat – lambatkannya.
Larangan berbicara saat khutbah

Ketika khatib sedang melangsungkan khutbah jum’at. Jamaah shalat jum’at diwajibkan untuk mendengarkan khutbah dan tidak diperbolehkan untuk berbicara walaupun hanya sepatah kata, karena hal itu dapat membatalkan pahala shalat jum’at

Sumber :
Buku pintar shalat, M. Khalilurrahman al-mahfani, PT Wahyu media, 2007
Bimbingan islam untuk hidup muslim, DR. Ahmad hatta, MA, DR Abas Mansur Tamam, MA, Ahmad Syahirul Alim, Lc, Mpd.I, Maghfirah pustaka, 2014
Diberdayakan oleh Blogger.